Berikan Ruang bagi Pantai, Greenpeace Lakukan Audit Sampah
Secara umum memang "World Clean Up Day" belum banyak diketahui masyarakat, karena kesadaran akan sampah plastik saat ini sangatlah rendah terutama di Indonesia. Masyarakat sangat acuh mengenai penggunaan plastik, apalagi mereka beranggapan bahwa ketika membeli sesuatu harus menggunakan plastik sebagai wadah membawa barang-barang tersebut. Mereka masih enggan untuk beralih ke produk yang awet dan lebih ramah, seperti tas belanja terbuat dari kain.
Untuk itu tugas pemuda saat ini ialah memperkenalkan moment tersebut kepada masyarakat luas.
Kurangnya budaya yang cinta lingkungan menimbulkan sampah-sampah masyarakat melimpah tiap tahunnya. Kita sebagai masyarakat seakan lupa bahwa setelah kita mengonsumsi suatu produk, kita masih memiliki PR yang harus diselesaikan, yaitu sisa dari produk tersebut. Setelah selesai menggunakannya kita langsung membuang dan tidak tahu apa yang terjadi selanjutnya. Tahukah? bahwa ternyata sampah-sampah tersebut tidak dikelola dengan baik setelah masuk ke tempat pengelolaan sampah, hingga akhirnya menumpuk di laut maupun pantai.
Apakah tidak masalah? tentu saja hal ini menjadi masalah, seperti abrasi pantai karena kerusakan hutan mangrove, ekosistem laut menjadi rusak, keindahan alam yang rusak dan masih banyak lagi.
Banyaknya masalah yang timbul tersebut menjadi salah satu perhatian bagi banyak komunitas terutama Greenpeace Indonesia. Pada tanggal 15 September 2018 yaitu bertepatan dengan "World Clean Up Day", Greenpeace bersama para relawan melakukan kegiatan International Coastal Clean Up Day di pantai Kuk Cituis (Pantai Mencari Jodoh), Banten. Pada acara tersebut kami bersama para relawan melakukan kegiatan brand audit. Kegiatan ini dimulai dengan mengambil sample berupa sampah-sampah yang tergolong ke dalam sampah rumah tangga, sampah makanan & minuman, sampah personal care dan sampah lainnya.
Baca juga: Bertebaran di Bibir Pantai, Greenpeace Bakal Audit Merk Sampah
Sampah-sampah yang dimasukkan ke dalam kantong yang sesuai dengan golongan kemudian di keluarkan dan mulai dilakukan brand audit. Memang sesuai pengalamanku, disetiap daerah memiliki jenis sampah yang berbeda. Di pantai Kuk Cituis sendiri banyak terdapat sampah yang tergolong lainnya serta produk rumah tangga.
Sebelum melakukan brand audit peserta melakukan briefing terlebih dahulu dan mulai mengerjakan tugas sesuai pembagian di masing-masing kelompok. Ada sekitar 9 kelompok dengan masing-masing minimal 5 orang didalam kelompok.
Baca juga: Pulau Bokor dan Greenpeace Indonesia
Kegiatan ini sangatlah positif mengingat banyaknya sampah yang kita hasilkan tiap harinya. Sama seperti manusia, pantai pun membutuhkan ruang untuk bernafas agar tidak mengalami sakit. Pantai-pantai tersebut dapat diibaratkan seperti kita, bagaimana perasaan kita jika kita sulit bahkan tidak dapat bernafas sama sekali? Akibatnya kita akan mati, seperti itulah pantai.
Semoga kedepannya lebih banyak lagi masyarakat terutama pemuda yang sadar akan lingkungan yang terjadi saat ini. Karena jika bukan kita siapa lagi?
Dengan merusak alam sekitar berarti kita juga merusak diri sendiri, karena manusia adalah bagian dari alam.
0 Comments